RSBI - Solusi Pendidikan Masa Kini?

    Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) digulirkan Pemerintah Pusat lewat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pasal 50 ayat 2, tentang peningkatan kualitas pendidikan. Ini tawaran sekaligus pilihan yang cukup rumit. Baik bagi pihak sekolah maupun pihak orang tua siswa. Di satu sisi, ada “iming-iming” peningkatan status; setingkat Sekolah Taraf Internasional. Sisi lainnya, ada “harga” yang mesti dibayar. Ada dua hal yang perlu dicermati dari program ini, yaitu manfaat dan kompensasi. (1) Dipandang dari sisi pihak sekolah; di dalamnya ada unsur guru dan aset-asetnya dan (2) dipandang dari pihak siswa terutama orang tua siswa.
    Dari pihak sekolah, RSBI akan mendapat kucuran dana sampai Rp 400 juta setahun. Nominal yang relatif besar. Apalagi untuk ukuran sekolah negeri atau sekolah swasta marginal. Artinya, pihak sekolah bisa berbuat banyak dengan besaran anggaran itu. Di Surabaya, program RSBI bak kue lezat yang diperebutkan oleh banyak sekolah. Padahal, manfaat program itu masih perlu dipertimbangkan lagi.
    Pada 2010, pemerintah pusat menargetkan satu sekolah RSBI di tiap kabupaten atau kota RSBI untuk jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Atau, 100 sekolah RSBI baru untuk masing-masing jenjang pendidikan setiap tahunnya. Sementara itu, dari pihak orang tua siswa konsekuensinya adalah biaya yang selangit. Hal ini terkait dengan fasilitas pembelajaran baik infrastruktur maupun sumber daya manusia yang lebih baik. Mendiknas M. Nuh mengatakan, penyelenggaran RSBI memang wajib karena tujuannya meningkatkan kualitas pendidikan meski RSBI belum tentu bisa disamakan dengan Sekolah Bertaraf Internasional. Karena masih bersifat rintisan, wajar jika standar yang diharapkan belum seperti
    Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) digulirkan Pemerintah Pusat lewat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, pasal 50 ayat 2, tentang peningkatan kualitas pendidikan. Ini tawaran sekaligus pilihan yang cukup rumit. Baik bagi pihak sekolah maupun pihak orang tua siswa. Di satu sisi ada “iming-iming” up-grade status; setingkat Sekolah Taraf Internasional. Sisi lainnya, ada “harga” yang mesti dibayar.
    Ada dua hal yang perlu dicermati dari program ini, yaitu (1) manfaat dan kompensasi. Dipandang dari sisi piak sekolah; didalamnya ada unsur guru dan aset-asetnya dan (2) dipandang dari pihak siswa terutama orangtua siswa.
    Pertama, sekolah RSBI bakal mendapat kucuran dana sampai Rp400juta setahun. Nominal yang relatif besar. Apalagi untuk ukuran sekolah negeri atau sekolah swasta marginal. Artinya, pihak sekolah bisa berbuat banyak dengan besaran anggaran itu.
    Di Surabaya, program RSBI bak kue lezat yang diperebutkan oleh banyak sekolah. Padahal, manfaat program itu masih perlu dipertimbangkan lagi.
    Pada 2010, pemerintah pusat menargetkan satu sekolah RSBI di tiap kabupaten/kota RSBI untuk jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Atau, 100 sekolah RSBI baru untuk masing-masing jenjang pendidikan setiap tahunnya.
Mendiknas M. Nuh mengatakan, penyelenggaran memang wajib. Karena tujuannya meningkatkan kualitas pendidikan meski RSBI belum tentu bisa disamakan dengan Sekolah Bertaraf Internasional. Karena masih bersifat rintisan. Sehingga, wajar jika standar yang diharapkan belum seperti SBI.

Kriteria RSBI
Ada empat kriteria RSBI, yaitu (1) akuntabilitas, meliputi tertib administrasi dan manajemen sekolah, (2) target akademik, hasil peserta didik, (3) seleksi calon siswa, dan (4) kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia di lingkungan RSBI.

    Pertama, akuntabilitas sekolah. Hal ini menyangkut tertib administrasi dan manajemen pengelolaan sekolah RSBI. Setidaknya, laporan keuangan bisa dipertanggungjawabkan kepada semua pihak termasuk penyandang dana. Lagi, kendati mendapat subsidi besar dari pemerintah, tidak menutup kemungkinan sekolah berlabel RSBI masih meminta partisipasi masyarakat. Ini yang kerap diterjemahkan salah kaprah.    
    Kedua, target akademik yang diraih sekolah. Misalnya, prestasi ujian nasional (unas). Capaiannya harus di atas rata-rata nasional. Termasuk juga berbagai prestasi akademik lain. Misalnya, sepertiga siswanya berpotensi melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
   Ketiga, rekrutmen siswa baru. Jamak diketahui, model rekrutmen yang dilakukan sekolah RSBI beragam. Misalnya, menggelar berbagai macam tes. Atau, dalam tataran ekstrem, menyeleksi kemampuan finansial orang tua siswa. Itu bakal menjadi pertimbangan evaluasi.
    Keempat, jumlah rasio guru dengan murid dan ketersediaan laboratorium sekolah harus memenuhi syarat. Misalnya, jumlah guru yang menguasai bahasa Inggris sudah sesuai persyataran atau belum. Termasuk, fasilitas pendidikan harus berstandar internasional.Salah satu instrumen evaluasi RSBI adalah melalui anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). Pengajuan RSBI pemerintah menunggu sekolah selesai menyusun APBS. Penyusunan APBS biasanya dilakukan awal tahun ajaran baru. Dari APBS, dapat diketahui perencanaan yang dilakukan sekolah. Termasuk, apakah pendapatan yang diperoleh sebanding dengan pengeluaran untuk program pendidikan. "Kita juga tahu apakah ada pungutan yang berlebihan atau tidak," jelas Nuh. Sekolah yang ditunjuk sebagai RSBI tak selalu ekuivalen menjadi SBI. Sebab, Kemendiknas tidak mementingkan segi kuantitas, tapi kualitas.
    Kualitas RSBI di Surabaya sendiri telah didukung oleh Dinas Pendidikan Kota dengan berbagai hal mulai infrastruktur, mutu pendidik, proses kegiatan belajar mengajar (KBM), hingga manajemen sekolah. Segi infrastruktur disuplai dengan pemberian bantuan peralatan belajar mengajar, seperti laptop dan LCD. Mutu pendidik, terutama kemampuan berbahasa Inggris guru matematika dan IPA, ditingkatkan lewat sertifikasi, serta kursus-kursus bahasa Inggris yang diadakan secara mandiri oleh sekolah maupun Dispendik bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya.

Konsekuensi RSBI: Harganya Selangit
    Keberadaan RSBI mendatangkan sejumlah konsekuensi. Terutama, mengenai besarnya biaya operasional. Penyelenggaraan RSBI yang berbasisteknologi informasi memakan biaya besar untuk penyediaan fasilitas seperti internet, listrik, dan infrastruktur seperti LCD. Untuk siswa RSBI kurang mampu, biaya pendidikan memang diatasi oleh dana Bopda. Tapi, siswa RSBI tetap dikenai biaya hampir dua kali lipat dari siswa reguler. Belum lagi, siswa RSBI yang ingin mendapat sertifikasi luar negeri, harus mengeluarkan biaya sendiri, yang besarnya hanya mungkin sanggup ditanggung oleh orang tua siswa yang kaya.
    Ya, memang itu konsekuensinya. Kalau ingin benar-benar berstandar internasional, harus keluar uang. Karena itu, jangan jadikan RSBI sebagai sarana mengejar gengsi. Sebab, masuk RSBI bukan berarti memiliki kasta tertinggi. Justru siswa harus belajar lebih keras dan orang tua harus siap materi dalam jumlah besar. Salah kalau cuma cari gengsi. Karena itu, sejak penerimaan siswa baru, orang tua dan siswa harus memikirkan benar-benar kalau ingin masuk RSBI.
    Saat ini yang terpenting dalam RSBI bukan jumlah anggaran, melainkan kualitasnya. Banyak sekolah berlomba mengubah status menjadi RSBI tanpa mengedepankan kualitas untuk berubah menjadi SBI. Akibatnya, banyak sekolah yang telah berlabel RSBI tapi kualitasnya sulit meningkat menjadi SBI.
oleh Siti Rohmiyatun, S.S.

About SD MUHAMMADIYAH 18

Islamic Full Day School Education:
Merupakan sistem pendidikan yang menerapkan pembelajaran integrated learning dengan memadukan pembelajaran tuntas dan nyaman serta pembiasaan karakter dan nilai islami dalam kehidupan sehari-hari yang tidak lepas kerjasama orang tua dalam aktivitasnya.Program tersebut diharapkan mampu membawa perubahan sikap, perilaku serta pola pikir yang melekat pada peserta didik sampai pada pergaulan dan lingkungan sekitarnya dengan menjadi muslim dan muslimah cerdas yang tangguh sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.

0 comentários:

Posting Komentar